"Karena ini nirlaba, saya berharapnya ada pihak ketiga yang membiayai pembuatan, uji coba, hingga produksi massalnya," ujarnya.
Namun, harapannya urung terealisasi, hingga suatu ketika ia bertemu dengan pihak swasta yang bakal mengembangkan alat ini dalam skala komersial. Yang mengagetkan, ternyata salah satu alat berbasis teknologi karya Wasis ini dipasang di Banjarnegara.
Tentu, alat ini bukan alat deteksi dini longsor gratis. Pemkab mesti membelinya dari pihak swasta yang berpusat di Yogyakarta ini.
"Saya tidak hafal yang dipasang di mana. Kalau tidak salah di Suwidak. Bisa dikonfirmasi ke BPBD yang lebih tahu detailnya," dia menambahkan.
Kepala pelaksana harian BPBD Banjarnegara, Arif Rachman mengakui BPBD sempat memperoleh gambaran alat deteksi longsor canggih bikinan guru ini. Akan tetapi, BPBD terkendala pembiayaan pengembangan.
Sebab itu, ia pun berencana mengajak pihak ketiga untuk mendanai pengembangan alat ini. Menurut Arif, perusahaan bisa bersumbangsih kepada daerah Banjarnegara.
"Ada rencana untuk mengajak Indonesia Power. Atau pihak lain agar peralatan seperti ini berguna untuk masyarakat," Arif mengungkapkan.
Ternyata, BPBD sendiri juga memproduksi alat deteksi dini longsor yang berbiaya murah, aplikatif, dan dinilai efektif. Alat ini dibikin oleh tim BPBD dengan prinsip kerja mirip dengan peralatan yang dibuat oleh Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.
Prinsipnya sama, yakni alat menggunakan sensor bandul dan dapat mendeteksi gerakan tanah meski hanya lima sentimeter. Pengembangan berikutnya, alat ini dilengkapi dengan listrik tenaga surya atau solar cell.
Dengan begitu, ketergantungan pada listrik jaringan manual bisa dihindari. Selain itu, jika terjadi longsor, jaringan kabel berisiko putus yang membuat aliran listrik ke alat terhenti. Tanpa listrik, alat ini tak lagi bisa memberi peringatan dini.
Arif pun mengklaim, alat yang dikembangkan Tim BPBD Banjarnegara hanya berbiaya sekitar Rp 5 juta atau sekitar 40 kali lebih murah dibanding peralatan sejenis.
BPBD Banjarnegara menamainya bukan EWS alias Early Warning System, melainkan Elwasi yang merupakan kependekan dari Eling Waspodo lan Siaga. Dalam bahasa Indonesia, diartikan sebagai mengingat, waspada dan senantiasa bersiaga.
"Kita mendorong agar kedua alat, baik yang tim BPBD maupun yang diproduksi pak guru itu sama-sama dikembangkan," dia menambahkan.
Simak video pilihan berikut ini:
No comments:
Post a Comment