JAKARTA – Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) sudah terlaksana di semua jenjang. Namun, pada pelaksanaan ujian nasional (UN) terdapat kecurangan yang hingga kini masih disayangkan. Pengawas tidak memperkirakan siswa akan menggunakan jam tangan digital yang ada kameranya untuk melakukan kecurangan ujian ini.
Seharusnya pengawas mengawasi dengan ketat dan teliti sehingga tindakan kecurangan bisa dikurangi. Memotret adalah tindakan yang salah dan melanggar prosedur operasional standar (POS) penyelenggaraan UN.
“Di masa depan, prosedur pengawasan akan dibuat lebih ketat. Karena tindakan kecurangan itu semuanya terkait dengan pengambilan foto materi soal, maka pengawas harus lebih ketat dalam memeriksa. Termasuk jam tangan yang ada kameranya,” ujar Irjen kemendikbud, Muchlis R Luddin dilansir dari beritasatu.com
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan mencatat ada 202 aduan kecurangan selama ujian nasional. Jumlah itu menyusut menjadi 126 kasus setelah diverifikask. Laporan paling banyak melalui WhatsApp dengan jumlah 90 laporan, email 5 laporan, posko Itjen 18 laporan, media sosial 13 laporan.
Peserta yang melakukan kecurangan akan mendapatkan nilai 0 pada mata pelajaran yang dicurangi. Peserta yang mendapatkan niali 0 akan melakukan ujian perbaikan pada Juni mendatang. Karena ujian susulan hanya untuk mereka yang sakit atau tidak bisa mengikuti ujian nasional pada jadwalnya.
“Ujian perbaikan ini khusus untuk mereka yang dapat nilai 0. Tak ada peserta lain. Jadi mereka akan mempunyau dua surat keterangan kelulusan, nilai nol dan hasil ujian susulan,” katanya.
Selain peserta, guru pengawas yang terkait kasus pengambilan foto itu tidak akan dilibatkan lagi pada UN tahun depan.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menilai bahwa kecurangan yang terjadi adalah bukti kurangnya penerapan pendidikan karakter terhadap siswa.
“Pendidikan karakter masih menjadi wacana tapi minim implementasi. Bahkan guru-guru yang tidak sepenuhnya paham bagaimana mengintegrasikannya,” jelas Ubaid dikutip dari tirto.id.
Namun, Ubaid tidak sependapat apabila siswa yang berlaku curang diberikan nilai 0. Menurutnya, peserta yang curang cukup diberikan ujian perbaikan saja, sehingga nilai yang dipakai sesuai dengan hasil ujian tersebut.
“Penting juga bagi sekolah untuk mendidik kembali anak-anak tersebut menjadi pribadi yang berkarakter dan berintegritas. Untuk menguatkan karakter mereka,” pungkasnya. (Siedoo)
No comments:
Post a Comment