PANEL-PANEL sel surya berwarna hitam mengkilat menyelimuti permukaan perahu katamaran Energy Observer. Dua turbin angin tegak menjulang di sisi kanan dan kiri kapal ramping berbadan ganda tersebut. Mengandalkan energi terbarukan dari angin, matahari, dan hidrogen, Energy Observer adalah kapal tanpa emisi karbon dioksida, polutan, dan suara bising yang bisa mengganggu satwa air.
Energy Observer awalnya perahu balap yang malang-melintang di berbagai kompetisi mengelilingi dunia. Setelah dipensiunkan dari dunia balap, kapal rongsok berusia 35 tahun itu diubah menjadi laboratorium terapung untuk para peneliti gabungan Liten Institute dan Komisi Energi Alternatif Prancis yang mengurusi teknologi energi terbarukan. Biaya renovasi kapal mencapai US$ 4,7 juta atau sekitar Rp 66 miliar.
Diluncurkan pada April 2017, Energy Observer menjadi kapal pertama yang memproduksi dan menggunakan hidrogen sebagai bahan bakar. Awal November lalu, kapal itu menjalani perawatan di markasnya di Saint-Malo, Prancis, setelah menuntaskan ekspedisi Eropa Utara selama tujuh bulan. Riset dan ekspedisi Energy Observer masih akan berlangsung hingga 2022 dengan target mengunjungi 50 negara di seluruh dunia.
Pendiri sekaligus kapten Energy Observer, Victorien Erussard, mengatakan kapal tersebut menjadi bukti terbuka lebarnya pengembangan alat angkut laut yang bersih dan ramah lingkungan. “Aku sudah berlayar lebih dari 16 ribu kilometer dan menyaksikan bagaimana polusi transportasi laut merusak ekosistem maritim,” katanya seperti dilaporkan situs Energy Observer, yang merekam seluruh aktivitas perjalanan kapal putih itu.
Perahu Canggih Tanpa Emisi/Tempo
Errusard, yang juga mantan perwira angkatan laut, mengatakan kapal dengan teknologi produksi energi bersih bisa menjadi solusi menekan pencemaran lingkungan. “Kapal dengan kenyamanan yang baik dan memiliki sistem energi inovatif,” ucapnya.
Berbeda dengan bahan bakar fosil, yang menghasilkan gas beracun dan polutan, ampas bahan bakar hidrogen cuma air. “Hidrogen salah satu sumber energi terbaik, sangat ringan, dan efisiensinya tiga kali lebih baik daripada bahan bakar biasa,” ujar penjelajah dan inisiator Energy Observer, Jerome Delafosse.
Memanfaatkan hidrogen sebagai bahan bakar adalah terobosan utama di sistem Energy Observer. Kapal yang disponsori perusahaan otomotif Toyota itu mampu memproduksi bahan bakar hidrogen dengan menyedot air laut ketika berlayar dengan kecepatan 7 knot atau sekitar 12 kilometer per jam.
Perahu Canggih Tanpa Emisi/Tempo
Air laut melewati proses desalinasi alias pembersihan dari garam dan mineral sebelum disalurkan ke perangkat elektrolisis untuk memecah hidrogen dan oksigen. Oksigen dilepaskan ke udara, sementara hidrogen dikompresi dan disimpan di dua tangki di sisi kapal. Sebanyak 62 kilogram hidrogen di tangki bisa menghasilkan energi setara dengan 2 megawatt. “Ini energi rata-rata yang dihabiskan satu rumah tangga dalam setahun, banyak sekali,” tutur kru Energy Observer, Amelie Conty, seperti dikutip The Independent.
Energy Observer menambah panjang daftar riset dan pengembangan kendaraan yang mengandalkan energi bersih dan terbarukan. Sebelumnya ada yacht bertenaga surya MS Tûranor PlanetSolar, yang sukses mengelilingi dunia dalam 18 bulan sejak dirilis pada Maret 2010. Di darat, perusahaan otomotif seperti Tesla dan Toyota berlomba membuat mobil listrik. Pada 2016, pesawat Solar Impulse 2 yang mengandalkan energi surya berhasil mengelilingi dunia.
Meski bersih emisi, energi terbarukan masih tertinggal oleh bahan bakar fosil dalam soal keandalan. Kecepatan angin tak stabil, sementara kapasitas baterai listrik masih terbatas. Adapun bahan bakar hidrogen membutuhkan teknologi khusus dan tangki yang mampu menahan tekanan tinggi. Teknologi dan fasilitas pendukung seperti stasiun pengisian bahan bakar hidrogen juga langka.
Perahu Canggih Tanpa Emisi/Tempo
Energy Observer membuktikan bahwa kombinasi energi bersih terbarukan bisa berfungsi. Kapal itu lolos ujian berlayar dalam kondisi laut yang ekstrem, terutama di perairan Baltik dan Lingkar Arktika. Dalam ekspedisinya ke Spitsbergen, Arktika, Agustus lalu, kapal itu bahkan meluncur secara otonom dengan mengandalkan sistem energinya.
Setelah menempuh perjalanan sejauh 33 ribu kilometer, Energy Observer kembali berlabuh di markasnya di Saint-Malo pada 20 Oktober lalu. Kapal itu diparkir selama musim dingin. Namun kru tetap bekerja memperbaiki kapal, terutama dua turbin angin Oceanwings yang berhasil menyuplai 42 persen energi dalam ekspedisi di perairan Arktika. Mereka juga menyiapkan logistik untuk perjalanan selanjutnya pada 2020 setelah cuaca menghangat.
No comments:
Post a Comment